Beranda | Artikel
Jauhi Tindakan Meniru Kaum Kafir!
Rabu, 18 Juli 2018

JAUHI TINDAKAN MENIRU KAUM KAFIR![1]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya,

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [Al-Jâtsiyah/ 45: 18]

Allâh Azza wa Jalla telah mensyariatkan syariat yang sempurna, yang menyeru pada setiap kebaikan, dan melarang semua bentuk keburukan bahkan melarang sesuatu yang bisa menyeret kepada keburukan. Maka ikutilah syariat ini, niscaya kebahagiaan abadi dan kemenangan akan diraih.

Janganlah mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu. Di mana hawa nafsu dan keinginan mereka tidak mengikuti cahaya ilmu ilahi. Mereka ini adalah orang-orang yang keinginan dan hawa nafsunya menyelisihi syariat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kepada kita seperti yang diperintahkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allâh agar kamu bertakwa. [Al-An’âm/ 6: 153]

Islam adalah jalan Allâh yang lurus, yang mengantarkan para hamba menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan negeri kemuliaan. Hendaklah kita mengikutilah jalan tersebut, agar bisa menggapai kemenangan dan kebahagiaan.

Janganlah sekali-kali kita mengikuti jalan-jalan yang menyimpang, jalan-jalan yang menyelisihi Islam. Karena itu akan menyesatkan kita dari jalan agama Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Dan bila seorang umat manusia telah tersesat dari jalan Allâh, maka artinya ia tengah meniti jalan yang akan menjerumuskannya ke dalam neraka jahim. Wal’iyâdzu billâh.

Memang benar! Siapa yang meniti Islam pasti selamat, dan kebinasaan bagi orang yang melenceng darinya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan semua faktor dan  jalan kemenangan serta kemajuan ada dalam agama ini. Sekiranya kita berpegang teguh pada agama ini dengan benar, kita pasti akan menjadi manusia yang paling tinggi dan maju. Akan tetapi, kita justru menyia-nyiakan agama ini, sehingga kita pun menjadi tersisih. Kita justru mengimport dari musuh kita kebiasaan buruk dan etika jahiliyyah. Bahkan itulah yang menjadi pola didik anak dan keluarga kita! Sebagian kaum Muslimin berbangga diri dengannya, padahal para musuh Islam itu ingin melihat kita hancur dan binasa. Ironisnya, kita justru melaksanakan rencana busuk mereka dengan besar hati! Setiap hari kita kubur sebagian dari ajaran agama kita, lalu kita ganti dengan tata cara barat dan etika jahiliyah!

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu, “Sungguh, buhul Islam akan terlepas seikat demi seikat, bila di kalangan Islam tumbuh orang yang tidak mengetahui jahiliyah.”

Islam tidak mengharamkan kita mengambil faidah dari pengalaman mereka dalam bidang teknologi dan perindustrian. Yang diharamkan adalah bila kita mengambil dari mereka berbagai kebiasaan dan etika yang merusak, dan meniru mereka dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, termasuk meniru gaya pakaian mereka. Termasuk pula apa yang sering digembor-gemborkan seperti halnya mengkhususkan hari untuk anak, hari untuk pohon, hari ibu dan lainnya. Agama kita tidak mengkhususkan satu hari tertentu untuk hal-hal tersebut. Justru agama kita mendorong terus untuk menanam pohon dan pertanian yang berguna pada waktu yang sesuai. Agama kita memotivasi untuk memperhatikan pendidikan anak setiap waktu. Hendaklah kita senantiasa mengingat sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مُرُوا أوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا ، وَهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berumur 7 tahun. Dan pukullah mereka (dengan pukulan ringan mendidik) bila meninggalkannya, saat berumur 10 tahun. Dan pisahkanlah (lelaki dan perempuan) di antara mereka di tempat tidur mereka. [HR. Abu Daud]

Agama kita memerintahkan untuk berbuat baik kepada dua orang tua di setiap waktu. Sungguh, Islam adalah agama yang sempurna. Sekiranya kaum Muslimin berpegang dan memperaktikkannya dengan benar, pasti kaum Muslimin sama sekali tidak butuh kepada siapapun, kecuali kepada Allâh Azza wa Jalla .

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allâh, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. [Al-Munâfiqûn/ 63: 8)

Islam memang menuntun umat menuju jalan yang terbaik.

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. [Al-Isrâ’/ 17: 9]

Allâh mensyariatkan kepada Muhammad n amalan-amalan yang bisa mewujudkan kemaslahatan secara sempurna, sebagaimana yang Allâh firmankan dalam ayat  , الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ  “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu” ( Al-Mâ’idah/ 5:3). Karena itulah ayat ini diturunkan pada hari raya terbesar umat ini. Tidak ada hari raya yang lebih agung daripada hari raya yang terkumpul padanya kemuliaan tempat dan zaman, yaitu Idul Adha. Dan jenis hari raya ini tidak ada yang lebih agung daripada hari raya yang telah dihadiri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama umumnya kaum Muslimin saat itu, di mana Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah mengenyahkan kekufuran dan pemeluknya.

Syariat ini adalah nutrisi dan sumber kekuatan bagi hati. Seperti yang dikatakan Ibnu Mas’ûd z , “Sesungguhnya al-Quran ini adalah jamuan dari Allâh Azza wa Jalla , maka terimalah jamuan-Nya semampumu.”

Bila seseorang merasa lapar lalu ia mengkonsumi makanan yang ia perlukan, maka setelah itu ia tidak lagi membutuhkan makanan lain. Bila seseorang melakukan amalan yang tidak disyariatkan, maka akan berkuranglah hasratnya terhadap amalan yang disyariatkan. Namun orang yang fokus pada apa yang disyariatkan, maka akan semakin besar kecintaannya dan kemanfaatan yang ia dapatkannya. Sehingga kualitas imannya akan semakin baik. Karena itulah, orang yang sering mendengar nyanyian, akan berkurang minatnya terhadap al-Qur’an, dan bahkan bisa jadi ia akan membencinya. Orang yang gandrung dengan hikmah para ahli bijak Persia dan Romawi, maka hikmah Islam dan adab-adabnya tidak menancap di hatinya seperti kuatnya hikmah  Persia dan Romawi menancap di hatinya. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya.

Dalam atsar dari Hassân bin ‘Athiyyah  Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Tidaklah suatu kaum mengada-adakan perkara baru dalam agama mereka, melainkan Allâh Azza wa Jalla akan cabut dari mereka sunnah yang semisal dengan itu, kemudian Allâh Azza wa Jalla tidak mengembalikannya kepada mereka hingga hari kiamat.” [HR Ad-Dârimi]

Seseorang yang meniru suatu kaum, secara perlahan akan menyebabkan adanya kesesuaian dan kedekatan dengan orang yang ditiru, baik secara batin maupun fisik, meski berjauhan tempat dan waktu. Jadi, menyerupai hari-hari raya orang kafir, meskipun dalam porsi kecil, merupakan media yang bisa menularkan perilaku dan perangai mereka.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ, فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk di antara mereka. [HR. Abu Daud dan dishahihkan Ibnu Hibban]

Tentang hadits di atas, Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, bahwa kadar paling minim dari makna hadits tersebut menunjukkan haramnya perilaku menyerupai kaum kafir. Meski juga bahwa zahir hadits tersebut menghendaki makna kafirnya orang yang menyerupai mereka.

Ini seperti halnya apa yang diungkapkan Abdullah bin Amr di mana ia berkata, “Barangsiapa yang tinggal di negeri kaum musyrik, turut serta merayakan hari nairuz (awal tahun baru kaum Persia) dan mihrajan (perayaan atau festival mereka) serta meniru-niru mereka hingga ia meninggal, iapun akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.”

Maka berhati-hati dan waspadalah wahai kaum Muslimin! Bersyukurlah kepada Allâh atas nikmat agama yang kita miliki ini! peganglah erat-erat dan jangan sekali-kali mencari pengganti lainnya, bila memang engkau menghendaki kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diadaptasikan dari al-Khuthab al-Minbariyyah Syaikh Shalih Al-Fauzan juz 2/ 140.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9508-jauhi-tindakan-meniru-kaum-kafir.html